Makanan mengandung bahan berbahaya banyak beredar di pasaran. Produsen tak peduli dengan kesehatan konsumen. Berikut laporan tim Espos mengenai peredaran makanan berbahaya itu.
Deretan ruko itu masih tertutup rapat. Pagi hari selepas pukul 06.30 WIB, barulah muncul seorang perempuan muda yang membuka satu sisi rolling door. Tumpukan mi basah menggunung di meja. Warnanya kuning cerah. Teksturnya bagus. Kesannya bersih dan rapi. Tak ada serangga atau lalat mengerumuninya. Di depan ruko itu, rupanya menanti dua calon pembeli sambil menenteng beronjong yang diapitkan di sepeda motor bebeknya. Jual-beli pun berlangsung.
“Hmmm…rasanya gurih dan kenyal. Enak!” kata Tuti Budi Budi Rahayu, anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Solo saat mencicipi mi basah yang baru saja dibeli Solopoc.com dari ruko tersebut, Rabu (1/8/2012).
Tuti barangkali sama seperti kebanyakan warga lainnya. Ia menikmati mi itu karena rasanya memikat lidahnya, elastis dan tak mudah putus. Ia sama sekali tak tahu apakah mi tersebut mengandung zat pengawet yang membahayakan kesehatannya. “Biasanya mi ini juga tahan lama kok,” lanjutnya.
Untuk menguji apakah mi tersebut mengandung zat pengawet berbahaya seperti boraks atau formalin, Espos membawanya ke laboratorium makanan Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo. "Mi ini mengandung formalin atau boraks,” kata Suyatmi, salah satu laboran Fakultas Teknologi Pangan (FTP) Unisri Solo.
Berdasarkan hasil uji lab itulah, Solopos.com pun menemui sejumlah produsen mi kelas rumah tangga serta pekerja industri mi kelas menengah di Kota Solo. Menurut penuturan seorang pekerja industri kecil mi, sebagian mi yang beredar di Soloraya itu mengandung boraks dan formalin.
Cara pencampurannya ialah saat adonan tepung yang dicampur garam dan air diolah dalam satu mesin. Di situlah, zat antiseptik yang sebenarnya untuk pembasmi kecoa dan mematri logam ini dimasukkan sesuai takarannya. Ada yang 100 gram boraks untuk 2 kilogram tepung. “Kadarnya memang bervariasi. Namun, kebanyakan pakai [boraks]. Kalau enggak begitu, ya rugi mereka,” papar salah pekerja industri mi asal Jaten, Karanganyar ini.
Di Kota Solo, lanjutnya, mi bercampur boraks banyak dijual di pasar-pasar tradisional. Mi tersebut diambil dari industri pengolah mi skala menengah ke atas lalu didistribusikan melalui pedagang kecil di pasar-pasar serta para pedagang warung.
“Di deretan kawasan Pasar Gede juga banyak. Bahan campurannya juga bisa dibeli di sana,” terangnya seraya menjelaskan pembuatan mi biasanya dimulai malam hari untuk dijual pagi harinya.
Menanggapi hal itu, Ketua Paguyuban Produsen Roti dan Mi Tunggal Rasa Parimas, Rochim Agus Suripto, tak menampik adanya dugaan mi basah yang bercampur formalin dan boraks. Namun, ia memastikan bahwa mi segar [bukan mi basah] yang di bawah binaannya selama ini 100% bebas zat pengawet. “Mi produksi kami sehari habis. Jadi buat apa kami pakai bahan pengawet,” ujarnya seraya menyebutkan mi segar produknya biasa dijumpai untuk usaha mi ayam di berbagai pelosok pasar tradisional.
Menurut Rochim, pemerintah mestinya memberikan pembinaan atas para pengusaha mi basah yang beredar di Kota Solo dan sekitarnya selama ini. Sebab, dugaan kuat adanya zat pengawet berbahaya itu memang ada dalam industri mi basah. “Kalau yang dimaksud zat pengawet itu ada di dalam mi basah, saya tak kaget. Itu mestinya pemerintah memberikan binaan,” paparnya.
Tak hanya produsen mi, penjual makanan ringan juga mencampurkan boraks pada jajanannya. Industri kerupuk karak misalnya. Makanan ringan paling populer di Kota Bengawan ini sebagian besar memakai boraks. Selain membuat penampilan kerupuk bersih, rasanya gurih, renyah, campuran pengawet tersebut juga bisa menyulap nasi basi sekalipun menjadi kerupuk yang menggoda lidah. “Takarannya, setiap 1 kg nasi, dikasih tiga gelintir ini,” kata salah satu produsen karak sambil menunjukkan bahan pengawet yang ia beli di Pasar Gede.
Bahan pengawet itu berupa serbuk yang dipadatkan menyerupai batangan garam. Satu kemasan plastik berisi 20 batang dengan harga sangat murah, Rp2.500/bungkus.
Bahan yang dijual bebas itu pernah disita oleh petugas Dinas Kesehatan Solo (DKK) Solo dalam sebuah sidak di Pasar Sidodadi, Solo, beberapa waktu lalu lantaran terbukti mengandung boraks. “Ini namanya bleng. Fungsinya untuk memekarkan karak saat digoreng,” imbuhnya.
Maraknya makanan yang mengandung zat-zat berbahaya ini memang seperti siklus tak berujung. Banyak akal bulus tercipta untuk bisa mengelabui peredaran boraks dan formalin dalam makanan. Tak hanya campuran mi, bahan-bahan tersebut juga kerap dijumpai untuk bahan campuran bakso, lontong, tahu, karak, ikan asin serta sejumlah makanan yang mengandung pengawet lainnya. Linda Kurniawati, anggota BPSK Solo yang berkonsentrasi pada permasalahan pangan mengaku kerap menemukan zat pengawet dari bahan boraks dan formalin yang disamarkan dengan nama lain. “Kadang bernama bahan pengembang. Tapi, setelah kami cek, ternyata mengandung boraks,” ujar Dekan FTP Unisri ini.
SUMBER ARTIKEL: http://www.harianjogja.com
Deretan ruko itu masih tertutup rapat. Pagi hari selepas pukul 06.30 WIB, barulah muncul seorang perempuan muda yang membuka satu sisi rolling door. Tumpukan mi basah menggunung di meja. Warnanya kuning cerah. Teksturnya bagus. Kesannya bersih dan rapi. Tak ada serangga atau lalat mengerumuninya. Di depan ruko itu, rupanya menanti dua calon pembeli sambil menenteng beronjong yang diapitkan di sepeda motor bebeknya. Jual-beli pun berlangsung.
“Hmmm…rasanya gurih dan kenyal. Enak!” kata Tuti Budi Budi Rahayu, anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Solo saat mencicipi mi basah yang baru saja dibeli Solopoc.com dari ruko tersebut, Rabu (1/8/2012).
Tuti barangkali sama seperti kebanyakan warga lainnya. Ia menikmati mi itu karena rasanya memikat lidahnya, elastis dan tak mudah putus. Ia sama sekali tak tahu apakah mi tersebut mengandung zat pengawet yang membahayakan kesehatannya. “Biasanya mi ini juga tahan lama kok,” lanjutnya.
Untuk menguji apakah mi tersebut mengandung zat pengawet berbahaya seperti boraks atau formalin, Espos membawanya ke laboratorium makanan Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo. "Mi ini mengandung formalin atau boraks,” kata Suyatmi, salah satu laboran Fakultas Teknologi Pangan (FTP) Unisri Solo.
Berdasarkan hasil uji lab itulah, Solopos.com pun menemui sejumlah produsen mi kelas rumah tangga serta pekerja industri mi kelas menengah di Kota Solo. Menurut penuturan seorang pekerja industri kecil mi, sebagian mi yang beredar di Soloraya itu mengandung boraks dan formalin.
Cara pencampurannya ialah saat adonan tepung yang dicampur garam dan air diolah dalam satu mesin. Di situlah, zat antiseptik yang sebenarnya untuk pembasmi kecoa dan mematri logam ini dimasukkan sesuai takarannya. Ada yang 100 gram boraks untuk 2 kilogram tepung. “Kadarnya memang bervariasi. Namun, kebanyakan pakai [boraks]. Kalau enggak begitu, ya rugi mereka,” papar salah pekerja industri mi asal Jaten, Karanganyar ini.
Di Kota Solo, lanjutnya, mi bercampur boraks banyak dijual di pasar-pasar tradisional. Mi tersebut diambil dari industri pengolah mi skala menengah ke atas lalu didistribusikan melalui pedagang kecil di pasar-pasar serta para pedagang warung.
“Di deretan kawasan Pasar Gede juga banyak. Bahan campurannya juga bisa dibeli di sana,” terangnya seraya menjelaskan pembuatan mi biasanya dimulai malam hari untuk dijual pagi harinya.
Menanggapi hal itu, Ketua Paguyuban Produsen Roti dan Mi Tunggal Rasa Parimas, Rochim Agus Suripto, tak menampik adanya dugaan mi basah yang bercampur formalin dan boraks. Namun, ia memastikan bahwa mi segar [bukan mi basah] yang di bawah binaannya selama ini 100% bebas zat pengawet. “Mi produksi kami sehari habis. Jadi buat apa kami pakai bahan pengawet,” ujarnya seraya menyebutkan mi segar produknya biasa dijumpai untuk usaha mi ayam di berbagai pelosok pasar tradisional.
Menurut Rochim, pemerintah mestinya memberikan pembinaan atas para pengusaha mi basah yang beredar di Kota Solo dan sekitarnya selama ini. Sebab, dugaan kuat adanya zat pengawet berbahaya itu memang ada dalam industri mi basah. “Kalau yang dimaksud zat pengawet itu ada di dalam mi basah, saya tak kaget. Itu mestinya pemerintah memberikan binaan,” paparnya.
Tak hanya produsen mi, penjual makanan ringan juga mencampurkan boraks pada jajanannya. Industri kerupuk karak misalnya. Makanan ringan paling populer di Kota Bengawan ini sebagian besar memakai boraks. Selain membuat penampilan kerupuk bersih, rasanya gurih, renyah, campuran pengawet tersebut juga bisa menyulap nasi basi sekalipun menjadi kerupuk yang menggoda lidah. “Takarannya, setiap 1 kg nasi, dikasih tiga gelintir ini,” kata salah satu produsen karak sambil menunjukkan bahan pengawet yang ia beli di Pasar Gede.
Bahan pengawet itu berupa serbuk yang dipadatkan menyerupai batangan garam. Satu kemasan plastik berisi 20 batang dengan harga sangat murah, Rp2.500/bungkus.
Bahan yang dijual bebas itu pernah disita oleh petugas Dinas Kesehatan Solo (DKK) Solo dalam sebuah sidak di Pasar Sidodadi, Solo, beberapa waktu lalu lantaran terbukti mengandung boraks. “Ini namanya bleng. Fungsinya untuk memekarkan karak saat digoreng,” imbuhnya.
Maraknya makanan yang mengandung zat-zat berbahaya ini memang seperti siklus tak berujung. Banyak akal bulus tercipta untuk bisa mengelabui peredaran boraks dan formalin dalam makanan. Tak hanya campuran mi, bahan-bahan tersebut juga kerap dijumpai untuk bahan campuran bakso, lontong, tahu, karak, ikan asin serta sejumlah makanan yang mengandung pengawet lainnya. Linda Kurniawati, anggota BPSK Solo yang berkonsentrasi pada permasalahan pangan mengaku kerap menemukan zat pengawet dari bahan boraks dan formalin yang disamarkan dengan nama lain. “Kadang bernama bahan pengembang. Tapi, setelah kami cek, ternyata mengandung boraks,” ujar Dekan FTP Unisri ini.
SUMBER ARTIKEL: http://www.harianjogja.com
Note:
ET Group memproduksi beberapa test kit analisis mutu pangan bermerk Easy Test dengan jenis varian antara lain Test Kit Formalin, Test Kit Boraks, Test Kit Methanil Yellow, Test Kit Rhodamine B, Test Kit Mutu Pangan 4 Varian, Test Kit Formalin Paket Industri, TEST KIT MUTU PANGAN 4 VARIAN (PAKET INDUSTRI), Test Kit Sianida, Test Kit Peroksida, Test Kit Hipoklorit (Kaporit), Test Kit Siklamat, Test Kit Sakarin, Test Kit Asam Salisilat, Test Kit Alkalinitas (Alkalinity), Test Kit Asam Sorbat, Test Kit Benzoat, Test Kit Oksalat (Oxalate), Test Kit Tiosianat (Thiocyanate), Test Kit Nitrit, Test Kit Iodat, Test Kit Oksalat, Test Kit Potassium Bromate (Kalium Bromat) dan macam-macam test kit lainnya.
EASY TEST KIT WEB SUPPORT - BAHASA INDONESIA: Easy Test Support, Penawaran Jual, Katalog Produk, ENGLISH LANGUAGE: Easy Test Support, Selling Offers, Products Catalog.
WEB SUPPORT RESMI CV. ET GROUP: CV. ET GROUP Business, Test Kit Shop, dan Easy Test Kit Info.
bahan berbahaya, bahan tambahan pangan, berita bahan berbahaya, berita kami, boraks, easy test info, formalin, methanil yellow, rhodamine b, test kit, tips cerdas
ET Group memproduksi beberapa test kit analisis mutu pangan bermerk Easy Test dengan jenis varian antara lain Test Kit Formalin, Test Kit Boraks, Test Kit Methanil Yellow, Test Kit Rhodamine B, Test Kit Mutu Pangan 4 Varian, Test Kit Formalin Paket Industri, TEST KIT MUTU PANGAN 4 VARIAN (PAKET INDUSTRI), Test Kit Sianida, Test Kit Peroksida, Test Kit Hipoklorit (Kaporit), Test Kit Siklamat, Test Kit Sakarin, Test Kit Asam Salisilat, Test Kit Alkalinitas (Alkalinity), Test Kit Asam Sorbat, Test Kit Benzoat, Test Kit Oksalat (Oxalate), Test Kit Tiosianat (Thiocyanate), Test Kit Nitrit, Test Kit Iodat, Test Kit Oksalat, Test Kit Potassium Bromate (Kalium Bromat) dan macam-macam test kit lainnya.
EASY TEST KIT WEB SUPPORT - BAHASA INDONESIA: Easy Test Support, Penawaran Jual, Katalog Produk, ENGLISH LANGUAGE: Easy Test Support, Selling Offers, Products Catalog.
WEB SUPPORT RESMI CV. ET GROUP: CV. ET GROUP Business, Test Kit Shop, dan Easy Test Kit Info.
bahan berbahaya, bahan tambahan pangan, berita bahan berbahaya, berita kami, boraks, easy test info, formalin, methanil yellow, rhodamine b, test kit, tips cerdas
0 komentar:
Posting Komentar